Senin, 10 Oktober 2011

Sedia Payung Sebelum..

Hujan turun deras sekali..

Waktu menunjukkan pukul enam.

Suasana di depan pintu Mall tak begitu ramai, sebagian orang terlihat lelah, sama denganku, dan mereka juga berada satu baris denganku di dekat tangga turun. Cukup jauh dari tempat terbuka, jadi cipratan air hujan hanya sampai di dua tangga di bawahku.

Mataku berkeliling ke sekitar. Ada sepasang muda-mudi yang duduk berhadapan di sebuah cafe. Kulihat Si pria menggenggam tangan wanitanya, mereka saling berpandangan, lalu si Pria menyematkan cincin di jari manis. Ah, indahnya! Pasti mereka bertunangan, atau menikah? Aku tak tahu, yang jelas, cupid-cupid kecil pasti sedang tersenyum di antara mereka.

Ada juga seorang wanita muda, kutaksir berumur sekitar dua puluh lima tahun. Dia berdiri di dekat pintu masuk Mal, dan terlihat sedang menelpon seseoranag. Sepertinya marah, mungkin dengan pacarnya yang tidak bisa menjemput, karena suaranya terdengar sampai sini. Ah, biarlah, aku pun kembali melihat-lihat.

Ada segerombolan pria yang berdiri tak jauh di belakangku. Lalu seorang kakek tua, berdiri dengan gadis kecil yang manis di sampingnya, mereka seperti sedang menunggu seseorang untuk keluar dari dalam Mall, mungkin ibu dari anak itu, aku pun mengangkat bahu.

kudekapkan kedua tangan di dada, terasa sedikit hangat..

Kulihat puluhan anak-anak bersenjatakan payung berhamburan di depan sana. Suara-suara dengan nada memohon terdengar dari mulut mereka yang terlihat keriput. Maklum, hujan kali ini memang tak seperti kemarin-kemarin, dan terasa dingin sekali, entahlah..

Aku memperhatikan anak-anak itu dengan seksama, kulihat berbagai macam ekspresi dari wajah mereka. Ada wajah-wajah riang, yang saat payung mereka, walau banyak tambalan sana-sini, tapi laris digunakan oleh orang-orang yang hendak menyebrang. Mereka pun mengekor di belakang, sesekali mereka menari-nari, hujan adalah teman mereka.

Ada yang berwajah murung, tampaknya dia kurang beruntung hari ini, Karena tak ada satupun orang yang mau menggunakan payungnya. Ada pula yang wajahnya besinar, kala menghitung lembar demi lembar uang di tangannya.

Aku menoleh ke kiri..

Kulihat bocah kecil itu berdiri di depan pot-pot bunga yang berjejer. Jauh dari tempat teman-temannya berkumpul. Dia terlihat tak bergeming. Dengan baju lusuh warna hitam yang seakan lekat di tubuh kurusnya. Pandangannya kosong, dan membiarkan tubuhnya terguyur deras hujan. Payung hitam yang dia bawa hanya dia letakkan di sampingnya..

Aneh…

Penasaran, aku mencoba untuk mendekat, dan memanggil bocah itu..

‘Dek, sini!’

Dia menoleh dan hanya menggelengkan kepala, lalu kembali pada sikapnya semula.

Ada sesuatu pada bocah itu..

Alam bawah sadar seakan mendorongku untuk kembali memanggil bocah itu. Tapi dia tetap tak bergeming, setelah beberapa panggilan, akhirnya dia berjalan mendekatiku..

‘Kenapa kak? Hari ini saya tidak menyewakan payung, kalau mau ke teman-temanku saja..’

‘Kenapa tidak menyewakan payung? Kalau begitu sedang apa kamu disini?’ Tanyaku heran.

Dia hanya menggeleng, lalu kembali terdiam sebelum berkata kembali..

‘Tapi kalau kakak butuh payung, pakai saja, gak usah bayar kok. Besok, kalau kakak ingat, kembalikan ya..’

Aku tersenyum, ‘Lho kok gitu? Ayo antar kakak ke seberang, nanti kakak kasih uang lebih..’

‘saya tak butuh uang kak, pakai saja payungnya kalau mau..’

Aku menaikkan alis, baru kali ini kutemukan anak seperti dia.

‘Bagaimana kalau kita ke sana, temani kakak ngobrol yuk, sambil nunggu hujan reda..’ kataku sambil 
menunjuk ke arah deretan bangku yang kebetulan kosong.

Lagi-lagi dia hanya menggeleng.

‘Hmm, baiklah, kakak tidak akan membayarmu, tapi mau kan kamu temani kakak sampai seberang?’

Kali ini dia diam. Namun setelah berulang kali aku meminta, akhirnya dia mau  mengantarkanku..

Jarak dari sini sampai seberang kan cukup jauh, pikirku.

Akan ada kesempatan buatku ngobrol dengan bocah itu. Jujur, dia membuatku sangat penasaran. Ada sesuatu dalam dirinya yang mengganjal di pikiranku.

Dia pun menyerahkan payung hitamnya, lalu kami berjalan menuju trotoar, kulihat dia mengikutiku dari belakang. Aku memanggilnya,

‘Sini di sebelah kakak..’

Dia ragu-ragu mendekat, dan hanya sampai satu meter di belakangku..

Kulihat jalanan cukup ramai, tapi tidak sampai terjadi kemacetan. Waktupun kini menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas. Hujan sudah mulai reda.

Di pinggir trotoar, aku menoleh kebelakang, mencoba mengajak bocah itu ngobrol lagi..

‘Namamu siapa dek? Kalau kakak boleh tahu..’

Dia diam.

Anak ini kenapa ya? Pikirku..

‘­oh ya, kalau tempat tinggalmu dimana?’

Dia masih diam..

Jalanan mulai sedikit lengang, aku pun berjalan di zebra cross..

‘hmm, baiklah, pasti kamu takut ya sama kakak, kakak gak bakal nanya lagi deh..’

Aku menoleh kebelakang, mencoba untuk tersenyum, tapi bocah itu tidak ada..

Aku melihat ke sekeliling, mencari-cari di antara orang-orang di trotoar, namun dia tetap tidak ada. Kulihat orang-orang itu seperti berkata-kata padaku, tapi posisiku sudah di tengah jalan, suara mereka tak terdengar.

Mulut mobil hanya tinggal beberapa meter, terlambat..

Aku merasakan tubuhku melayang-layang, dengan nyeri yang tak terperikan, seluruh tubuhku terasa remuk..

tiba-tiba waktu seperti diperlambat..

sesaat sebelum tubuhku terjerembab, kepalaku bergerak dengan sendirinya, aku menoleh ke deretan pot-pot bunga tempat awal kutemui bocah itu..

Dia ada di sana, berdiri di tempat semula, dengan payung hitam itu di sampingnya.

Dia tersenyum..


#15harimenulisdiblog

2 komentar:

  1. Setidaknya aku melihat ia tersenyum pada akhirnya.

    KEWL KAKAAA!
    ui sukaaa :D keep on writing! keep on inspiring me!

    BalasHapus
  2. thank :) kata kamu anak itu siapa?

    BalasHapus