Jumat, 05 Agustus 2011

Flash Fiction - Hari Pertama


Pukul 05.30 WIB

Kokok ayam masih bersahutan. Sesekali terdengar kicauan anak burung yang lapar, mencari induk mereka yang masih belum pulang. Dan matahari, dengan malu-malu mencoba terbit dari peraduannya.

Dari subuh Budi sudah bangun, pergi ke surau untuk solat, lalu pulang dengan tergesa. Ya, ini adalah hari pertamanya bersekolah. Hari yang sudah ditunggunya selama ini. Dia sudah menyiapkan semua peralatan sekolahnya dari kemarin. Pensil, buku, tas, sepatu, tak lupa juga dia menyetrika baju dan celana sekolahnya.

Pukul 06.00 WIB

Budi bersemangat sekali. Sedari tadi dia sudah berpakaian rapi, lalu mondar – mandir di halaman rumahnya. Sesekali dia menyapa tetangga yang lewat dengan hangat. 

'Selamat pagi pak! Semoga harimu menyenangkan...' Sapanya kepada Pak Karyo, tukang cendol di sebelah rumahnya. 

Lalu Ibu Minah, tukang pijat yang tinggal tak jauh dari rumah. 'Bu Minah! Semoga hari ini banyak yang pegal-pegal ya..' Candanya dengan senyum sumringah.

Budi memang dikenal sebagai anak yang periang. Maka tak heran, banyak tetangga yang menyukainya.

Oh iya, Budi tinggal di desa yang tak jauh dari sekolah. Hanya sekitar seratus lima puluh meter, setelah melewati sungai yang membelah desanya dengan desa tempat sekolah berada.

Pukul 06.45 WIB

Waktunya berangkat. Saking semangatnya, Budi bahkan lupa untuk menyalim ibunya. Dia pun bergegas pergi

Di jembatan, Budi bertemu dengan Anto, Farid, dan juga Isnan, teman bermainnya di desa. Ternyata mereka semua berada dalam satu sekolah yang sama, tentu ini membuat Budi senang. Candaan demi candaan mereka lontarkan selama perjalanan.

Pukul 07.00 WIB

Gerbang sekolah sudah mulai terlihat. Namun hanya sampai disana. Langkah kaki – kaki kecil, wajah – wajah polos, juga celotehan riang itu, mendadak sirna perlahan dari pikiran Budi.
---------------------------------------------------------------------------------------------

Ibu memandang Budi. Wajahnya menyiratkan kesedihan, namun tersamar oleh wajah lembutnya yang meneduhkan. Dia tersenyum.

‘Budi.... Jangan melamun terus nak. Ayo bersiap, hari ini bantu ibu memulung lagi ya..’
                                                    -------

HARI PERTAMA. Mereka tertawa riang menuju sekolah. Budi pun girang, membayangkan dirinya ada di antara mereka. @fiksimini

Kamis, 04 Agustus 2011

Cerpen 111 Kata #2

Aku dimana?

Ruangan gelap. Bau obat yang menyeruak. Hening.

Aku meringis kesakitan, selang infus melilit tanganku, darah mulai naik. Lemas.

Aku mencoba bersuara, berharap siapapun untuk datang, dan menjelaskan apa yang sebenarnya terjadi padaku…

Sia-sia.

Suaraku sama sekali tak keluar. Darah semakin naik. Kesadaranku berkurang.

Mengapa tak ada seorang pun disini?

Tiba-tiba kurasakan seperti ada yang mengiris dadaku. Lalu memasukkan sesuatu ke dalamnya.

Aku semakin bingung. Aku panik!

Di sela rasa panikku, lampu menyala seketika.

Hey, silau sekali!

Aku memejam. Mencoba untuk beradaptasi dengan cahaya, secara perlahan mataku membuka.

Pandanganku mengelilingi seluruh ruangan.

UGD? Ada apa denganku?

Lalu suara itu muncul.

’Nyalakan! Semoga kali ini dia bisa hidup.’

Dunia seketika berputar.

-----------------------------------------------------------------

UGD. Mereka mencoba untuk menghidupkanku kembali. @fiksimini

Senin, 01 Agustus 2011

Cerpen 111 Kata #1


"Diluar ada apa?"

Aku mendadak terbangun.

Samar kudengar isakan dari luar kamar, juga lantunan ayat-ayat suci Al-quran.

Tak banyak yang bisa kuingat dari kejadian semalam. Semuanya terjadi begitu cepat. 

Yang jelas, aku mabuk. Dan ketika terbangun, aku sudah mendapati diriku di dalam kamar.
---------------------------------------------------------------------------------

Aku ingat ibu pernah berkata padaku, bahwa dia tidak akan pernah memaafkanku bila sekali saja aku mabuk. Karena dia tak ingin aku seperti ayah, dan itu membuatnya sangat sedih.

Dengan gontai aku berjalan keluar kamar. Sudah kuputuskan, apapun yang terjadi, aku harus meminta maaf.

Aku pun membuka pintu.

Mereka semua histeris melihatku, termasuk ibu.

Mereka masih terus menjerit, ketika keherananku mendadak terjawab. 

Tubuhku terbujur kaku dihadapan mereka.



SAMA-SAMA. Aku takut menemui ibu. Ibu lebih takut menemui aku. @fiksimini

'i' adalah akhiran..

aku tak akan pernah berhenti, akan tetap kucari..
aku tak akan lari,
apa yang bakal terjadi,
aku tetap disini,
aku tak akan pergi,

dan bila saatnya nanti,
aku tak akan peduli,
aku akan tetap mencaci,
akan tetap memaki,
yang ganggu hidup ini,
akan kegilaan yang semakin menjadi,,
yang ngerusakin hari hari,
akan kepalsuan yang ga berarti,,

aku akan trus berjanji,

untuk selalu berdiri,
untuk tak sembunyi,
dari kenyataan yang bertubi,
untuk bangkit lagi,
menutup lubang dihati,

untuk selalu kagumi,
siapa saja yang berani,
bukan hanya beraksi,
tapi dengan maknawi,

untuk selalu memuji,
yang tak melukai,
yang tak menyakiti,
yang telah mengobati,

untuk selalu mencoba mengerti,
arti berbagi,
persahabatan sejati,
cinta yang abadi,

untuk wujudkan mimpi,
mencari sosok bidadari,
di tempat yang jauh tinggi,
di kedalaman yang membumi,

dan,

untuk selalu menjadi saksi,
sesuatu yang tak pasti,
yang tak kumengerti,
dan tak kupahami,
sampai mati,

Untitled

teruslah berjalan, hingga KEMALASAN itu MALAS mengikutimu..

teruslah berlari, hingga KEBOSANAN itu BOSAN mengejarmu..

teruslah berusaha, hingga KELELAHAN itu LELAH membayangimu..

teruslah mencoba, hingga KEGAGALAN itu GAGAL mengganggumu..

dan teruslah berdoa, hingga KEBERHASILAN itu BERHASIL membuatmu bahagia..


Garudaku

nyaris setiap hari aku mendengarnya
garuda itu mengerang sakit
sesekali ia menjerit
terlihat gundah gulana
sayapnya patah

nyaris setiap bulan aku melihatnya
tertatih ia mencoba terbang dengan sebelah sayap
semakin hatiku terpaut padanya
saat dia lagi jatuh untuk kesekian kali

nyaris aku selalu bertanya dalam hati
makhluk keji apa yang terlampau tega
merebut semangatmu
merebut keindahanmu
ternyata ia membaca pikiranku
ia menangis

teramat pelan terdengar suara
saat itu memang sedang sunyi
"kutu kutu parasit yang melakukannya.."
"menggerogoti buluku tanpa hati.."
"mematahkan sayapku tanpa arti.."

rasa iba menghampiriku cepat
aku menjerit lantang
lalu mengapa kau menangis !?
kau adalah burung terkuat !
parasit itu hanya akan hidup sejenak
dan mereka pasti akan mati tak layak
biarlah mereka tersiksa terbawa arus bencana
biarlah mereka tertawa terbawa patahnya sayapmu

wahai garudaku
kumohon engkau jangan menyerah

mungkin diriku hanyalah seekor kutu kecil
yang menggantungkan hidup padamu
tapi aku bukan parasit!
tidak hanya doa yang ku sampaikan untukmu
asa ini akan mencoba menganyam kembali bulumu
asa ini pun akan mencoba merajut kembali sayapmu
dan asa ini tak akan pernah mati
kau bisa terbang tinggi lagi 
semakin tinggi
dan tetap tinggi
di masa yang akan datang