Hujan turun deras sekali..
Waktu menunjukkan pukul enam.
Suasana di depan pintu Mall tak
begitu ramai, sebagian orang terlihat lelah, sama denganku, dan mereka juga
berada satu baris denganku di dekat tangga turun. Cukup jauh dari tempat
terbuka, jadi cipratan air hujan hanya sampai di dua tangga di bawahku.
Mataku berkeliling ke sekitar. Ada
sepasang muda-mudi yang duduk berhadapan di sebuah cafe. Kulihat Si pria
menggenggam tangan wanitanya, mereka saling berpandangan, lalu si Pria
menyematkan cincin di jari manis. Ah, indahnya! Pasti mereka bertunangan, atau
menikah? Aku tak tahu, yang jelas, cupid-cupid kecil pasti sedang tersenyum di
antara mereka.
Ada juga seorang wanita muda,
kutaksir berumur sekitar dua puluh lima tahun. Dia berdiri di dekat pintu masuk
Mal, dan terlihat sedang menelpon seseoranag. Sepertinya marah, mungkin dengan
pacarnya yang tidak bisa menjemput, karena suaranya terdengar sampai sini. Ah,
biarlah, aku pun kembali melihat-lihat.
Ada segerombolan pria yang berdiri
tak jauh di belakangku. Lalu seorang kakek tua, berdiri dengan gadis kecil yang
manis di sampingnya, mereka seperti sedang menunggu seseorang untuk keluar dari
dalam Mall, mungkin ibu dari anak itu, aku pun mengangkat bahu.
kudekapkan kedua tangan di dada, terasa sedikit hangat..
Kulihat puluhan anak-anak
bersenjatakan payung berhamburan di depan sana. Suara-suara dengan nada memohon
terdengar dari mulut mereka yang terlihat keriput. Maklum, hujan kali ini
memang tak seperti kemarin-kemarin, dan terasa dingin sekali, entahlah..
Aku memperhatikan anak-anak itu
dengan seksama, kulihat berbagai macam ekspresi dari wajah mereka. Ada
wajah-wajah riang, yang saat payung mereka, walau banyak tambalan sana-sini,
tapi laris digunakan oleh orang-orang yang hendak menyebrang. Mereka pun
mengekor di belakang, sesekali mereka menari-nari, hujan adalah teman mereka.
Ada yang berwajah murung,
tampaknya dia kurang beruntung hari ini, Karena tak ada satupun orang yang mau
menggunakan payungnya. Ada pula yang wajahnya besinar, kala menghitung lembar
demi lembar uang di tangannya.
Aku menoleh ke kiri..
Kulihat bocah kecil itu berdiri
di depan pot-pot bunga yang berjejer. Jauh dari tempat teman-temannya
berkumpul. Dia terlihat tak bergeming. Dengan baju lusuh warna hitam yang seakan
lekat di tubuh kurusnya. Pandangannya kosong, dan membiarkan tubuhnya terguyur
deras hujan. Payung hitam yang dia bawa hanya dia letakkan di sampingnya..
Aneh…
Penasaran, aku mencoba untuk mendekat, dan memanggil bocah
itu..
‘Dek, sini!’
Dia menoleh dan hanya menggelengkan kepala, lalu kembali
pada sikapnya semula.
Ada sesuatu pada bocah itu..
Alam bawah sadar seakan mendorongku untuk kembali memanggil
bocah itu. Tapi dia tetap tak bergeming, setelah beberapa panggilan,
akhirnya dia berjalan mendekatiku..
‘Kenapa kak? Hari ini saya tidak menyewakan payung, kalau
mau ke teman-temanku saja..’
‘Kenapa tidak menyewakan payung? Kalau begitu sedang apa
kamu disini?’ Tanyaku heran.
Dia hanya menggeleng, lalu kembali terdiam sebelum berkata
kembali..
‘Tapi kalau kakak butuh payung, pakai saja, gak usah bayar
kok. Besok, kalau kakak ingat, kembalikan ya..’
Aku tersenyum, ‘Lho kok gitu? Ayo antar kakak ke seberang,
nanti kakak kasih uang lebih..’
‘saya tak butuh uang kak, pakai saja payungnya kalau mau..’
Aku menaikkan alis, baru kali ini kutemukan anak seperti
dia.
‘Bagaimana kalau kita ke sana, temani kakak ngobrol yuk,
sambil nunggu hujan reda..’ kataku sambil
menunjuk ke arah deretan bangku yang
kebetulan kosong.
Lagi-lagi dia hanya menggeleng.
‘Hmm, baiklah, kakak tidak akan membayarmu, tapi mau kan
kamu temani kakak sampai seberang?’
Kali ini dia diam. Namun setelah berulang kali aku meminta,
akhirnya dia mau mengantarkanku..
Jarak dari sini sampai seberang kan cukup jauh, pikirku.
Akan ada kesempatan buatku ngobrol dengan bocah itu. Jujur,
dia membuatku sangat penasaran. Ada sesuatu dalam dirinya yang mengganjal di pikiranku.
Dia pun menyerahkan payung hitamnya, lalu kami berjalan menuju
trotoar, kulihat dia mengikutiku dari belakang. Aku memanggilnya,
‘Sini di sebelah kakak..’
Dia ragu-ragu mendekat, dan hanya sampai satu meter di belakangku..
Kulihat jalanan cukup ramai, tapi tidak sampai terjadi
kemacetan. Waktupun kini menunjukkan pukul tujuh lewat lima belas. Hujan sudah
mulai reda.
Di pinggir trotoar, aku menoleh kebelakang, mencoba mengajak
bocah itu ngobrol lagi..
‘Namamu siapa dek? Kalau kakak boleh tahu..’
Dia diam.
Anak ini kenapa ya? Pikirku..
‘oh ya, kalau tempat tinggalmu dimana?’
Dia masih diam..
Jalanan mulai sedikit lengang, aku pun berjalan di zebra
cross..
‘hmm, baiklah, pasti kamu takut ya sama kakak, kakak gak
bakal nanya lagi deh..’
Aku menoleh kebelakang, mencoba untuk tersenyum, tapi bocah
itu tidak ada..
Aku melihat ke sekeliling, mencari-cari di antara orang-orang
di trotoar, namun dia tetap tidak ada. Kulihat orang-orang itu seperti
berkata-kata padaku, tapi posisiku sudah di tengah jalan, suara mereka tak
terdengar.
Mulut mobil hanya tinggal beberapa meter, terlambat..
Aku merasakan tubuhku melayang-layang, dengan nyeri yang tak
terperikan, seluruh tubuhku terasa remuk..
tiba-tiba waktu seperti diperlambat..
sesaat sebelum tubuhku terjerembab, kepalaku bergerak dengan
sendirinya, aku menoleh ke deretan pot-pot bunga tempat awal kutemui bocah
itu..
Dia ada di sana, berdiri di tempat semula, dengan payung hitam itu di
sampingnya.
Dia tersenyum..
#15harimenulisdiblog